Posted by : ngatmow 9.04.2014

Pagelaran akbar Dieng Culture Festival ke V tahun 2014 ini sudah selesai diselenggarakan. Ada banayk cerita dibalik gegap gempitanya Festival tahunan di negeri atas awan itu. Cerita asik, cerita gembira, cerita hebat, cerita kagum, cerita sedih, cerita duka bahkan caci dan maki melengkapi pemberitaan yang muncul dimana-mana.

Yup. Festival di atas awan. mungkin benar sekali apa yang dusebutkan dalam kalimat itu. Dengan ketinggian mencapai 2000 mdpl, kabut yang pekat bisa sewaktu waktu turun dan menyelimuti seluruh permukaan tanah hingga kita akan serasa berada di negeri antah berantah.

suasana pemotongan rambut gembel - #DCF2014
Pada pagelaran Dieng Culture Festival ke V (DCF V) tanggal 30 - 31 Agustus 2014 kemarin, jumlah pengunjung festival pada hari pertama mencapai 20.000 orang dan bertambah hampir separuhnya pada hari kedua. Hal inilah yang kemudian memunculkan sebuah masalah yang bahkan tidak pernah dialami atau bahkan terpikir sekalipun oleh warga setempat. MACET.


Akses jalan yang hanya merupakan jalan antar kota (Banjarnegara-Wonosobo) serta satu jalur lain yang merupakan jalur jalan wisata penuh sesak dengan ribuan kendaraan yang saling berdesakan dan antri jalan walau pada akhirnya hanya bisa bergerak tidak sampai satu meter saja. Dan itu terjadi hampir 2 x 24 jam selama pelaksanaan festival. Sungguh melelahkan pokoknya......

Akibat lain dari membludaknya pengunjung DCF V 2014 ini adalah banyak sekali oknum tidak bertanggungjawab yang memanfaatkan kesempatan itu untuk melakukan tindak kejahatan. Sebagai contoh adalah apa yang dialami oleh seorang mahasiswi dari Jakarta, (sebut saja namanya) Nur. Gadis 19 tahun ini kehilangan harta bendanya setelah tanpa sadar  "dilucuti" oleh seseorang yang mengajaknya berbicara di sebuah warung tenda. Kamera SLR, dompet, handphone, sejumlah uang dan bahkan gelang yang dikenakannya raib bagai hilang terbawa angin. Selain apa yang menimpa mahasiswi tersebut, pasukan pengaman yang terdiri atas Satpol PP, TNI, Banser, dan Polisi, berhasil menangkap dan mengamankan beberapa orang copet yang tertangkap tangan sedang melakukan aksinya.

Berpindah ke hal yang lain, dari sisi penyelenggaraan  DCF V 2014, acara ini mungkin bisa dikatakan berhasil dengan terjaringnya begitu banyak pengunjung. Namun ada beberapa hal yang mungkin terlewatkan oleh panitia dan harus menjadi perhatian utama bagi panitia untuk penyelenggaraan yang lebih baik lagi di tahun tahun berikutnya...... (ini menurut saya pribadi yang juga datang kesana sebagai pengunjung dan pencari gambar lho.....)

Pertama, masalah tiket VVIP, VIP dan pengunjung lepas tanpa tiket. Ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi disini. Pengunjung VVIP dan VIP seakan hampir tidak ada perbedaan perlakuan selama berada di lokasi komplek penjamasan dan pemotongan rambut gimbal. Perbedaannya hanya pada penempatannya saja pada saat upacara pemotongan rambut di Komplek candi Arjuna.Yang menjadi keluhan utama dari pemegang kartu VIP adalah tidak bisanya mereka masuk ke area "yang diijinkan untuk mereka" bahkan hingga acara dimulai. Nah sekarang bagaimana nasib mereka yang tidak bertiket dan ingin melihat prosesi ? saya sarankan dari televisi atau rekaman saja kayaknya.......percumah berada di lokasi. jauh sekali batas yang diperbolehkan untuk itu.

Kedua, masalah penempatan posisi pengambil gambar. itupun menjadi satu permasalahan tersendiri manakala ketinggian tempat duduk very very important person alias VVIP sama dengan kelas very important person atau VIP. Pengambil gambar di urutan VIP terhalang oleh deretan depan yang VVIP (karena banyak diantara pemegang kartu VVIP yang masih belum tau etika berkamera, adab mengambil foto dalam kerumunan dan unggah ungguh bermasyarakat kamera), ini berimbas juga terhadap rombongan rekan-rekan pewarta alias PERS yang dilokasikan jauh dibelakang barisan VIP........dan akhirnya, kemudian banyak lemparan kerikil beterbangan dari belakang ke barisan terdepan. Skak.

Untuk yang kedua ini, saya ada beberapa usulan sebenarnya, pertama, penempatan posisi pengambil gambar pada saat  prosesi. Berikut kira-kiranya.......biar gambar berbicara dulu .....

Dari gambar tersebut, ada satu hal yang berbeda dengan kondisi lapangan pada pelaksanaan DCF V yang lalu. Garis VVIP.
Garis itu wajib ada untuk menjamin kenyamanan "orang-orang yang sangat penting alias VVIP" itu untuk menyaksikan jalannya prosesi. Kenapa ? karena orang-orang semacam ini akan mau membayar berapapun agar mendapatkan kenyamanan dalam mengamati prosesi. dan itu pasti.
Sedangkan untuk VIP, harus ada komando dari panitia bahwa posisi pengambil foto harus ber trap alias bertingkat. Depan duduk bersila, baris nomor 2 setengah jongkok, nomor 3 duduk di tempat yang sudah ada, hingga barisan yang terakhir dengan berdiri.

Gambar diatas sangat berbeda dengan kondisi lapangan pada saat DCF V kemarin. Pers posisinya sangat jauh di belakang VIP sehingga banyak teman-teman wartawan yang merasa "terlupakan" bahkan "terpinggirkan" oleh pemosisian tersebut. Nah di gambar, jelas sekali perubahan yang terjadi. dengan komposisi seperti itu para pengambil gambar tidak akan saling "serang" dan terganggu satu sama lain. Tentu saja dengan syarat bahwa bagian VVIP dilarang berdiri atau menggunakan tripot atau tongsis untuk mengambil gambar. Sedangkan posisi VIP masih tetap bertingkat seperti pada saat upacara penjamasan.
Pers ? sudah tentu mereka berada di bagian depan stage. karena bagaimanapun merekalah yang mempublikasikan acara ini dan secara tidak langsung ikut mensukseskan Dieng Culture Festival setiap tahunnya. Soal adat dan etika berkamera tentu tidak usah khawatir karena mereka pasti sudah paham dan fasih akan hal seperti itu. Clear....

Permasalahan ketiga adalah jumlah tiket yang terjual tidak sebanding dengan tempat yang disediakan oleh panitia kepada pemegang tiket, sehingga ada kesan bahwa panitia hanya mengejar "tiketnya saja". Semoga saja sih tidak seperti itu adanya, namun diluar itu semua ada satu hal yang perlu ditekankan untuk mengurangi permasalahan semacam ini. Jumlah tiket perlu diperkirakan dan disesuaikan dengan lokasi dan tempat yang ada. Sehingga tidak akan terjadi membludaknya peserta bertiket yang tidak kebagian tempat dimana dia seharusnya berada. nah.....

Permasalahan terakhir yang menurut saya perlu dipikirkan lebih lanjut oleh panitia Dieng Culture Festival di tahun-tahun berikutnya adalah  tempat parkir pengunjung. Yang terjadi beberapa waktu lalu adalah banyak sekali kendaraan yang parkir di tepi jalan sehingga mengurangi lebar jalan dan mengganggu pengguna jalan yang sedang melintas. Ada sebuah usulan menarik dari seorang teman yang sudah menjadi orang dekat pak bos, bahwa Dieng perlu adanya sentral parkir dan kendaraan suttle bus seperti apa yang ada di Kuta, Bali. dan perlu ada dua buah yaitu masing-masing untuk mengakomodir kendaraan dari arah Wonosobo dan Banjarnegara........

Ah sudah ah.....
Secara umum menurut saya penyelenggaraan Dieng Culture Festival ke V  pada tahun 2014 ini sudah jauh lebih baik dari tahun lalu.
Harapannya sih semoga di tahun-tahun berikutnya acara ini bisa semakin baik baik dari segi pelaksanaan, pengelolaan, persiapan dan publikasi.

Oya berikut sedikit oleh-oleh jepretan dari lokasi Dieng Culture Festival V  beberapa waktu yang lalu yang saya ambil dengan menggunakan kamera Nokia N8 dan Canon EOS 550D saya. Monggo dihina atau dikritisi.....





Sedikit bonus deh ....





Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Instagram

Arsip

Copyright 2008 ZISBOX- Metrominimalist | Template Diutak atik Ngatmow Prawierow